Never Stop Trying To be Better!
“Orang jahat terlahir dari orang baik yang tersakiti.”
Saya sempat kaget menemukan kutipan di atas menjadi trending topic yang menghiasi media sosial setelah rilisnya Film Joker pada Oktober 2019 lalu. Merasa ‘lucu’ aja, kenapa pemikiran seperti itu bisa terbersit di pikiran manusia dewasa. Terkesan sangat ‘menyedihkan’ bukan, ketika orang baik akhirnya memutuskan menjadi jahat karena putus asa atas tindakan ‘tidak baik’ yang orang lain perlakukan padanya. Sungguh, benar-benar merepresentasikan pemikiran seseorang yang tidak beragama.
Syukurnya, banyak pula quote ‘plesetan’ maupun narasi tandingan beredar di media sosial dan menetralisir kamuflase quote ‘bijak’ yang menurut saya ‘menyesatkan’. Dari yang sekedar candaan ‘kaum rebahan’ sampai ulama pun turut meramaikan.
Sebut saja Aa Gym, ulama yang sering mengangkat tema Tazkiyatun Nafs dalam dakwahnya, turut memberikan pencerahan atas hadirnya Joker’s Quote di atas. Melalui video yang ia unggah di feed instagramnya, @aagym --pada Sabtu, 26 Oktober 2019—, ia menghimbau agar umat Islam mencermati film Joker secara lebih seksama.
Aa Gym menjelaskan bahwa Film Joker berbeda dengan ajaran Islam lantaran dibuat oleh orang yang tidak beriman kepada Allah, sehingga standard-nya tentu berbeda. Di dalam Islam, orang yang baik tetap idfa’ billati hiya ahsan (tolaklah ‘kejahatan itu’ dengan cara yang lebih baik). Bukan kah Rasulullah dan para sahabat juga sering disakiti?
Ternyata, penerapan quote di atas bukan hanya ada di film Joker. Justru di lingkungan terdekat saya juga ada. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa apa yang dialami adik binaan saya menjadikannya sebagai orang ‘jahat’. Tidak! Saya hanya menyesalkan, mengapa ia bersedia memelihara ‘kadal hitam’ kehidupan.
Dia pernah menjadi almameter di sebuah pesantren, banyak belajar tentang Islam dan bahkan memiliki hafalan sebanyak ‘lebih dari hitungan jari tangan kanan’ juz al-Quran. Sangat disayangkan, semua hal itu telah bergelar ‘almarhumah’. Ya, ex penghafal al-Quran.
Dalam sejarah asrama putri yang saya ketahui, adik ini adalah seseorang yang paling berhasil memancing banyak perhatian musyrifah (senior resident). Beragam sikap dan perilaku pelanggaran atas Tata Tertib Asrama, sering ditunjukkan dan dilakukan oleh si Adik dengan dan/atau tanpa rasa bersalah sedikit pun. Dirinya seolah tidak merasa menjadi pusat perbincangan dan masih sanggup tersenyum manis tanpa dosa dan/atau diam –cuek seperti hanya ada dirinya saja—ketika berpapasan dengan –terutama—musyrifah tertentu. Hingga suatu malam, ia dipanggil oleh 10 orang musyrifah yang bertanggung jawab atas nama baik akhlak seluruh penghuni asrama yang ia tinggali.
Alasan yang sangat mencengangkan:
Waktu mau masuk kuliah, aku pengen pake cadar. Tapi, orang tuaku melarang. Jadinya, aku masuk UIN ini dan berharap bisa lebih baik. Ternyata nggak juga. Lingkaranku di kampus membuatku rasanya semakin jauh dari kata ‘baik.’ Tapi aku nyaman di sana dan nggak tau ntah sampai kapan akan begini. Kalau tentang asrama, ini keinginanku sendiri untuk tinggal di sini. Tapi aku nggak tau kalau ternyata di sini ada banyak agenda keagamaan. Orang-orangnya juga baik. Tapi, aku merasa biasa aja dengan itu semua. Sekarang, aku merasa bukan masanya lagi untuk diatur. Tapi, aku juga masih mau tinggal di sini, karena dekat dengan kampus.
Begitu lah kira-kira inti dari yang ia sampaikan malam itu. Alasan yang membuat para musyrifah berpikir, ‘apa saja yang sudah kami lakukan, kenapa sulit sekali untuk menyentuh hatinya’.
Saya benar-benar tidak mengerti mengapa ‘larangan non prinsipil’ dari orang tua malah menjadi boomerang yang ‘menyerang emosional dan spiritual seorang anak yang ingin menjadi baik.
Maka di dalam tulisan ini, saya ingin mengingatkan diri ini dan juga pembaca semua.
Jika di dalam hati terbersit untuk berubah menjadi lebih baik, berubah lah! Jangan tunda lagi. Jangan salahkan orang lain. Jangan ‘kadal hitam’ kan apa pun itu yang ada di sekelilingmu. Tapi lihat lah ke dalam dan tanyakan, “sebegitu keraskah hatiku, hingga hidayah enggan merasuk ke dalam jiwa?”
“Orang baik lahir dari orang jahat yang diberi hidayah.” –Bahrul Wafa’ (@Bahrulwafa8)
Maka sejatinya, hidayah itu dijemput dan diberdayakan, bukan dibiarkan. Jangan sampai kita menjadi yang termasuk dalam golongan orang-orang yang Allah kunci hatinya.
Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup dan mereka akan mendapat azab yang berat.
(QS. Al-Baqoroh [2]: 7)
Jika ada keinginan untuk menjadi baik, maka perjuangkan lah! Mulai lah dengan memperbaiki sholat, karena sholat adalah tiang agama. Jika sholat telah terjaga, maka Allah pun akan memperbaiki seluruh aspek kehidupan sang hamba. Mohonlah pertolongan dengan senantiasa melamakan sujud terakhir sholat, dengan membaca:
Komentar
Posting Komentar