HAROKAH TAJDID PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MODERN PADA MASA KESULTANAN SIAK

Oleh: Siti Thohiroh

sumber: pinterest

*makalah ini telah dipresentasikan dalam final Musabaqah Maqalah al-Qur'an pada MTQ tingkat Kabupaten Siak tahun 2016


Pendahuluan

Kepedulian yang cukup besar terhadap pendidikan pada  masa kesultanan Siak ditandai dengan dibukanya sekolah-sekolah yang mengajarkan perpaduan antara ilmu pengetahuan agama, umum, dan keterampilan rumah tangga. Menurut sultan Siak yang berkuasa ketika itu, pendidikan merupakan sarana menanamkan nasionalisme dan segala pendiriannya bersandar pada pilar agama dan kebangsaan. Selain itu, pendidikan tidak hanya diperuntukkan bagi laki-laki melainkan juga untuk perempuan meskipun ketika itu kedudukan perempuan masih disepelekan. Fakta ini ditandai dengan dibukanya Madrasah An-Nisa’ dan Latifah School sebagai sekolah khusus perempuan dan Madrasah At-Taufiqiyah sebagai sekolah khusus laki-laki. Dengan mempertimbangkan eksistensinya terhadap kemajuan pendidikan Siak ketika itu, penulis tertarik menganalisis harokah tajdid (gerakan pembaharuan) pemikiran pendidikan ketiga madrasah tersebut dengan mengkajinya dari sudut pandang Islam serta membuat format dari gagasan tersebut yang dikemas dengan rumusan: Bagaimana konsep harokah tajdid pemikiran pendidikan Islam modern pada masa kesultanan Siak dalam perspektif Al-Qur’an. Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dibahas bagaimana bentuk pendidikan yang diterapkan ketika itu. Dilihat dari rumusan masalah dan tujuan penulisannya, makalah ini bersifat analisis deskriptif sehingga dalam upaya penulisan sepenuhnya menggunakan data-data pustaka baik buku, mushaf, kitab tafsir, tesis,  maupun makalah seminar yang relevan.


Bentuk dan Analisis Harokah Tajdid Pemikiran Pendidikan pada Masa Kesultanan Siak

a. Lembaga Pendidikan Madrasah At-Taufiqiyah

a) Sekilas tentang Lembaga Madrasah At-Taufiqiyah

Madrasah At-Taufiqiyah adalah sekolah agama khusus laki-laki yang didirikan oleh Sultan Syarif Kasim II pada tahun 1917. (Hafiz, 2012: 130; Wilaela, 2012) Pendidikan pada madrasah ini ditempuh selama 7 tahun. 5 tahun di tingkat ibdtidaiyah dan 2 tahun di tingkat tsanawiyah. Pembelajaran berlangsung di sore hari karena paginya mereka belajar di sekolah umum. (Hafiz, 2012: 131)

Di Madrasah At-Taufiqiyah, perbandingan mata pelajaran terdiri dari 75% pelajaran agama Islam (Hafiz, 2012: 132) dan 25% pelajaran umum. Adapun mata pelajaran yang diajarkan diantaranya adalah: tafsir, muthala’ah, ilmu tauhid, akidah akhlak, Al-Qur’an (pengajian), nahwu, shorof, fikih, bahasa Arab, muhadatsah, imlak, khat, tajwid, dan musik Islam. (Hafiz, 2012: 133)

Madrasah At-Taufiqiyah dahulunya memakai sistem pesantren karena kurikulumnya dibawa oleh Rifa’i Yunus yang merupakan alumni Thawalib, Sumatra Barat. Beliau juga pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar, Mesir sehingga buku-buku yang digunakan dan mata pelajaran yang diajarkan adalah yang pernah dipelajarinya di sekolah asalnya. Selain mata pelajaran di atas, diajarkan juga mata pelajaran umum lainnya seperti bahasa Inggris dan ilmu hisab. (Hafiz, 2012: 135)

b) Konsep Harokah Tajdid Madrasah At-Taufiqiyah

Pertama, tentang peran pendidikan. Sultan memandang penting untuk memajukan pendidikan agama bagi rakyat Siak. Menurutnya, HIS (Hollandsch Inlandsche School) yang merupakan sekolah buatan Belanda dari tahun 1915 sangat sedikit memberikan semangat patriotisme. Pendidikan yang HIS berikan dan subsidi yang dianggarkan lebih banyak untuk menciptakan masyarakat elite yang mudah memahami keberadaan Belanda di Indonesia dan dapat membantu dalam hal pengadaan pegawai rendahan saja. (Hafiz, 2012: 112) Oleh karena itu, murid-murid di Madrasah At-Taufiqiyah dibekali jiwa “nasionalisme dan patriotisme Indonesia” sehingga setelah lulus dari madrasah tersebut akan menjadi muballigh yang siap menyebarkan semangat tersebut. Allah berfirman: 

-

Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar.” (QS. Al-Furqan: 52)

Kedua, tentang kurikulum. Jika kita lihat, kurikulum pendidikan di Madrasah At-Taufiqiyah mengintegrasikan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Islam adalah agama yang nyata dan tidak mengingkari adanya realita. (Masrun dan Zul Ikrami, 2012: 23) sehingga tidak mengakui adanya dikotomi ilmu. Allah swt. berfirman:

-

Artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” (QS. Al-Anfal: 60) 

Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mastatho’tum min quwwatin adalah semua hal yang kalian mampu baik berupa kekuatan yang bersifat akal pikiran, fisik, maupun persenjataan berupa hal-hal yang dapat membantu untuk memerangi mereka. Termasuk dalam hal ini bidang perindustrian peralatan perang berupa artileri, senapan mesin, peluru, armada darat dan laut, benteng pertahanan, dan pesawat perang, Demikian juga strategi yang membuat kaum muslimin terdepan dan mampu mencegah keburukan yang diberikan lawan, mempelajari cara-cara menembak, merencanakan, meningkatkan keberanian dan semangat (Masrun dan Zul Ikrami, 2012: 24-25)

Ketiga, tentang fungsi pendidikan. Mohammad Natsir menyatakan bahwa Belanda berusaha melepaskan pandangan hidup bangsa Indonesia. (lih. kutipan pidato Natsir dalam Nata, 2012: 82) Berkenaan dengan itu, Sultan menginginkan agar rakyat Siak memiliki derajat yang tinggi agar tidak direndahkan atau ditindas oleh penjajah (Belanda) dengan memajukan pendidikan yang berbasiskan Islam. (lih. pidato sultan dalam Jamil, 2011: 173). Allah swt. berfirman:

-

Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah: 11)

Di dalam kitab tafsir Ibnu Katsir (2013) disebutkan Umar berkata bahwa Rasulullah bersabda:

"إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ قَوْمًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِين"

Artinya: “Sesungguhnya Allah meninggikan derajat suatu kaum berkat Kitab (Al-Qur'an) ini dan merendahkan kaum lainnya karenanya.”


b. Lembaga Pendidikan Latifah School

a) Sekilas tentang Lembaga Pendidikan Latifah School

Latifah School merupakan sekolah khusus perempuan pertama di Riau yang kurikulum dan pengelolaannya berada dalam pengawasan Tengku Agung. Sekolah ini didirikan pada tahun 1926 (Wilaela, 2012; Aziz, 2007). Masa pendidikan di Latifah School ditempuh selama 3 tahun. (Aziz, 2007; Hafiz, 2012: 127; Manalu, 2014; Ummi, 2014) Adapun mata pelajaran yang diajarkan adalah bahasa Belanda, keterampilan menjahit, memasak, sejarah, ilmu keterampilan, sosial, fiqih, dan syari’ah. (Hafiz, 2012: 128)

Wilaela (2012) menyebutkan bahwa selain pengetahuan umum dan bahasa Belanda, juga diajarkan keterampilan kerumahtanggaan (huishouden), keterampilan tangan (handwerken), dan kebersihan (hygiene). Pendidikan ini oleh Tengku Agung diharapkan menjadi bekal bagi para perempuan jika kelak berumahtangga. (Wilaela, 2012; Jamil, et. al., 2011: 157) Pendidikan yang digagasnya ini berpijak pada keterbukaan dan pluralisme serta bertujuan agar perempuan Siak dan Pantai Timur Sumatra dapat berhubungan dan membuka diri dengan dunia luar serta bisa menerima ide-ide dari suku bangsa mana pun. (Ummi, 2014) 

b) Analisis Konsep Harokah Tajdid Latifah School

Menurut Sultan dan Tengku Agung perempuan tidak hanya berperan sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Akan tetapi, perempuan juga harus maju dalam dunia pendidikan dan menumbuhkan sikap nasionalisme dalam menghadapi penjajahan Belanda. Allah swt. berfirman:  

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu (manusia) dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)

Allah mengeluarkan manusia dari perut ibu dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Lalu diberi-Nya pendengaran untuk mendengar, penglihatan untuk melihat, dan hati. Menurut pendapat yang lain adalah otak. Dengan akal itu manusia dapat membedakan antara yang bermanfaat dan berbahaya. Allah menjadikan semua itu agar manusia mampu melaksanakan penyembahan kepada Tuhannya (Ibnu Katsir, 2013)

Ayat di atas memberikan pemahaman bahwa manusia memiliki potensi yang sama ketika baru dilahirkan ke dunia. Sama-sama tidak mengetahui apapun, diberi pendengaran untuk menerima ilmu, diberi penglihatan untuk mencari ilmu, dan diberi hati untuk merasakan dan memikirkan bagaimana mengembangkan ilmu yang ada. Konteks bersyukur yang dimaksudkan di sini bukanlah sekedar mengucapkan “alhamdulillah” atau pun bersujud syukur saja. Akan tetapi, lebih jauh dari itu menuntut manusia untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi-potensi yang telah dianugerahkan, salah satu nya dengan memberikan pendidikan kepada individu tersebut baik laki-laki maupun perempuan. 

Rasulullah saw. juga pernah bersabda:

 طلب العلم فريضة على كل مسلم والمسلمات 

Artinya: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.” (HR. Bukhari-Muslim) 

Tengku Agung telah meletakkan dasar perjuangan melalui kecerdasan dan keterampilan bagi kaum perempuan, terutama yang berkaitan dengan bekal hidup perempuan jika kelak berumahtangga. (Hafiz, 2012: 123) Tengku Agung sangat menyadari pentingnya peran perempuan sebagai ibu di dalam rumah tangga. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Perilaku, tutur sapa, dan kebiasaan yang dilakukan seorang ibu akan selalu menjadi rujukan atau ditiru oleh anak-anaknya. (Yusuf, 2013: 152) Oleh karena itu, pendidikan perlu diberikan kepada perempuan.


c. Lembaga Pendidikan Madrasah An-Nisa’

a) Sekilas tentang Lembaga Madrasah An-Nisa’

Madrasah An-Nisa’ adalah madrasah khusus perempuan kedua setelah Latifah School yang didirikan oleh Tengku Agung pada tahun 1929. (Wilaela, 2012) Dalam perkembangannya menurut Wilaela (2012) dan Aziz, (2007) madrasah ini banyak dikaitkan dengan Sultan Syarif Kasim II dan Tengku Maharatu yang merupakan permaisuri sepeninggal Tengku Agung (w. 1929).

Madrasah An-Nisa’ ditempuh melalui dua tingkatan (Aziz, 2007; Manalu, 2014), yaitu: 

Tingkat Ibtidaiyah (Dasar), ditempuh selama 5 tahun (Aziz, 2007; Manalu, 2014; Hafiz, 2012). Ada juga yang mengatakan 4 tahun (Hafiz, 2012) dengan mata pelajaran yang diajarkan yaitu Pengetahuan Agama Islam (membaca fafsir Al-Quran, rukun iman, rukun Islam, tauhid, fiqih, dan kesenian Arab); dan Pengetahuan Umum (menulis arab Melayu, menulis bahasa Latin, ilmu falaq, berhitung, keterampilan menjahit dan memasak). 

Tingkat Tsanawiyah (Menengah), ditempuh selama 2 tahun  dengan mata pelajaran yang diajarkan adalah Pengetahuan Agama (bahasa Arab, tauhid, fiqih, berpidato, kesenian Islam dan lain-lain); dan Pengetahuan Umum (bahasa Inggris, bahasa Prancis, ilmu ukur, keterampilan memasak, menjahit, menganyam dan lain-lain). 

b) Konsep Harokah Tajdid Pemikiran Pendidikan Madrasah An-Nisa

Pertama, Tengku Agung berpikir bahwa wanita harus menjadi muballighah dan memberi dakwah kepada perempuan lainnya. (Aziz, 2007) Cita-cita ini terwujud dalam mata pelajaran  berpidato. Firman Allah swt.:

-

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS. An-Nahl: 125)

Allah Swt. memerintahkan kepada Muhammad Saw. agar menyeru manusia untuk menyembah Allah dengan cara yang bijaksana. (Tafsir Ibnu Katsir QS. An-Nahl: 125) Rasulullah sebagai rahmatan al-‘alamin adalah suri teladan bagi siapa pun (termasuk perempuan). Melalui pendidikan inilah perempuan akan diajarkan cara berdakwah seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah.

Kedua, perempuan akan menjadi istri. Pendidikan diberikan kepada perempuan agar menjadi istri yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, dan sehat jasmani serta rohani (Rohana Kudus dalam Husaini, 2012: 145) Menurut Aziz (2007) kondisi seperti inilah yang menyebabkan suami tidak ada yang poligami ketika itu.

Ketiga, perempuan akan menjadi ibu dan pendidik bagi anak-anaknya. Perempuan memiliki peranan yang sangat potensial dalam membimbing generasi penerus dan menanamkan akidah yang murni ke dalam jiwa anak-anak. (Darwis, 2008: 16) Pengetahuan agama Islam diajarkan agar perempuan mampu menjadi istri yang menyejukkan hati suami dan mengajarkan anak-anaknya kalimat-kalimat yang bernafaskan agama seperti laa ilaaha illa Allah, dan lain-lain. Allah berfirman:

-

Artinya: “(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus.” (QS. Ar-Ruum: 30)

Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir (2013) dijelaskan bahwa manusia pada hakikatnya telah diciptakan dengan fitrah agama yang lurus. Hal ini relevan dengan ikrar antara manusia dengan Allah di alam azali (QS. Al-Anfal: 172) dan sabda nabi: 

مامن مولود يولد الا على الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه او يمجسانه

Artinya: Tidak ada seorang bayi pun yang dilahirkan melainkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.

Keempat, Perempuan adalah tonggak masa depan. Berbagai kekalahan yang kita alami juga tak lepas dari andil para perempuan yang tidak mengetahui kapan mereka harus berperan dan melaksanakan kewajibannya terutama dalam pendidikan dan bimbingan terhadap anak-anaknya. Perempuan wajib mempersiapkan mereka secara Islam dan menjadikannya mampu mengemban amanat, membangkitkan umat dan membangun masyarakat yang menonjol. (Darwis, 2008: 21)


Transformasi Aktual Harokah Tajdid Pemikiran Pendidikan Islam pada Masa Kesultanan Siak

a. Transformasi Kurikulum

Pertama, dasar kurikulum yang berlandaskan tauhid. (lih. pidato sultan dalam Jamil, 2011: 174) Tujuan didirikannya ketiga sekolah di atas adalah untuk merealisasikan idealitas Islam yang pada intinya untuk menghasilkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. Konsep ini tercermin dalam mata pelajaran fiqih dan tauhid. Allah berfirman:

وماخلقت الجن والانس الاليعبدون 

Artinya: “Dan tidak Aku ciptakan manusia dan jin melainkan untuk menyembah-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Perkataan menyembah-Ku menurut Natsir melengkapi semua ketaatan dan ketundukan kepada semua perintah ilahi yang membawa kepada kebesaran dunia dan kemenangan di akhirat serta menjauhkan diri dari segala larangan yang menghalangi tercapainya kemenangan di dunia dan akhirat. (Nata, 2012: 83) 

Kedua, integrasi kurikulum antara pengetahuan agama, umum, dan keterampilan. Penguasaan terhadap ilmu fikih, ilmu falak, berhitung, bahasa Prancis, dan mata pelajaran lainnya yang diajarkan pada ketiga madrasah di atas, tidak semata-mata untuk mencapai kecakapan intelektual, kebahasaan dan kecakapan hidup sehingga memiliki siswa yang kompetitif dan hanya menjadi pegawai rendahan Belanda saja. Akan tetapi, tujuan pragmatis tersebut adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang hakiki yaitu dalam rangka memperkaya dan menyempurnakan kepribadian peserta didik sehingga dapat menjalankan peranannya sebagai hamba Allah secara lebih baik. Atas dasar kesadaran komitmennya sebagai hamba Allah, norma-norma agama akan difungsikan sebagai pembimbing sekaligus pengontrol penerapan ilmu dan kecakapannya kelak. (Depag, 2005: 37) Tentu saja hal ini akan sangat bermanfaat bagi kebahagiaan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.  Allah berfirman:

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qashash: 77) 

Ibnu Katsir (2013) menyatakan bahwa gunakanlah semua nikmat yang diberikan Allah untuk melakukan ketaatan kepada-Nya. Namun, tunaikanlah hak-hak lainnya (diri sendiri, keluarga, tamu, dan lain-lain) sesuai dengan haknya masing-masing. Dalam konteks ini, pendidikan juga merupakan hak setiap individu yang wajib ditunaikan agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Ketiga, pendidikan sebagai sarana berdakwah. Hal ini tercermin dalam mata pelajaran berpidato. (lih. Madrasah An-Nisa) Firman Allah swt: 

-

Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar” (QS. Ali Imran: 110)


b. Transformasi Ekstra Kurikuler

a) Life Skills

Konsep life skills di madrasah merupakan wacana yang menjadi fokus analisis dalam pengembangan kurikulum dan telah lama menjadi perhatian para pakar. Life skills memiliki makna kecakapan hidup. Pengertian kecakapan hidup di sini tidak semata-mata berarti memiliki kemampuan tertentu saja. Namun, ia harus memiliki kompetensi dasar pendukungnya seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumber-sumber daya, bekerja sama dalam kelompok, mempergunakan teknologi dan sebagainya. Life skills menunjuk pada berbagai ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan bermartabat di masyarakat. (Depag, 2005: 47-48)

Pendidikan merupakan salah satu dari aktivitas insani yang diarahkan untuk pembinaan generasi. (Depag, 2005: 48) Pada masa kesultanan Siak pendidikan life skills sudah diterapkan di madrasah At-Taufiqiyah, Latifah School, dan Madrasah An-Nisa’ yang diintegrasikan dalam mata pelajaran agama, akhlak, kesehatan (hygiene dalam rumah tangga, lih. Latifa School), keterampilan tangan, semangat patriotisme dan nasionalisme, bahasa asing, dan berpidato. Semua mata pelajaran di atas merupakan pengembangan kecakapan personal dan sosial. Adapun kecakapan ilmiah diintegrasikan dalam mata pelajaran ilmu falak (ilmu alam), sosial, dan ilmu hitung (ilmu hisab).

b) Penguasaan Bahasa Asing

Menurut Natsir, bahasa asing memiliki peranan yang sangat besar dalam mendukung kemajuan dan kecerdasan bangsa. Ia selalu ingat ucapan Dr. G. Drewes yang mengatakan bahwa hanya dengan mengetahui salah satu bahasa Eropa, masyarakat bumi putra dapat mencapai kemajuan dan kemerdekaan pikiran. Lebih lanjutnya Drewes mengatakan sebagai dasar bagi kecerdasan salah satu bangsa adalah bahasa ibunya sendiri. (Nata, 2005: 89) Jika kita perhatikan, tidak hanya satu bahasa asing yang diajarkan di lembaga pendidikan pada masa kesultanan Siak, melainkan lebih. Di antaranya bahasa Inggris, Arab, Belanda, dan Prancis. Selain itu, di lembaga tersebut juga diajarkan bahasa Melayu yang merupakan bahasa ibu di kesultanan tersebut.

Berdasarkan pemikiran Natsir dan Drewes di atas, penguasaan bahasa asing di lembaga-lembaga pendidikan perlu mendapat perhatian yang lebih besar. ”Sebaik-baik menentang musuh ialah dengan senjatanya sendiri” (Husaini, A. 2010: 128)  Tak dapat dipungkiri, terbukanya arus informasi, komunikasi, dan transformasi peradaban dunia pada era global merupakan tantangan bagi generasi emas Indonesia agar siap menghadapi hidup yang semakin kompetitif. Lebih-lebih setelah berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2016 ini persaingan tenaga kerja pun semakin terbuka.

Oleh karena itu, mari turut andil dalam menyukseskan program pemerintah menuju generasi emas tahun 2045 salah satunya dengan menguasai bahasa asing. 



Kesimpulan

Kepedulian yang cukup besar terhadap pendidikan pada  masa kesultanan Siak ditandai dengan dibukanya sekolah-sekolah yang mengajarkan perpaduan antara ilmu pengetahuan agama, umum, dan keterampilan rumah tangga. Fakta ini ditandai dengan dibukanya Madrasah An-Nisa’ dan Latifah School sebagai sekolah khusus perempuan dan Madrasah At-Taufiqiyah sebagai sekolah khusus laki-laki.

Ada dua konsep penting yang tersirat di dalam harokah tajdid pemikiran pendidikan masa kesultanan Siak yang dapat ditransformasikan ke dalam sistem pendidikan masa kini, yaitu transformasi kurikulum, dan transformasi ekstra kurikuler yang mencakup pendidikan life skills (kecakapan hidup) dan penguasaan bahasa asing.

Dasar kurikulum yang berlandaskan tauhid pada masa kesultanan Siak bertujuan untuk merealisasikan idealitas Islam yang pada intinya untuk menghasilkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. Integrasi kurikulum antara pendidikan agama, umum, dan keterampilan tidak semata-mata untuk mencapai kecakapan intelektual, kebahasaan, dan kecakapan hidup semata melainkan juga sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang hakiki yaitu menjadi hamba Allah yang baik. Selain itu, pendidikan juga dijadikan sebagai sarana berdakwah yang dapat membangkitkan semangat patriotisme dan nasionalisme dalam menghadapi tantangan dan persaingan global. Adapun pendidikan life skills dan penguasaan bahasa asing merupakan sarana penunjang demi tercapainya kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat. 


DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Maleha. 2007. Peran Perempuan Melayu Riau: Dulu dan Kini. Diakses dari http://melayuonline.com/ind/article/read/512/ peran-perempuan -melayu-riau-dulu-dan-kini  (diakses pada tanggal 30 April 2016 pada pukul 13.38 WIB)

Darwis, Khaulah binti Abdul Kadir. 2008. Bagaimana Muslimah Bergaul. Cet. ke-15. Kathur Suhardi: penerjemah. Pardan Syafrudin: ed. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Diterjemahkan dari: Az-Ziyarah Baina An-Nisa ‘Ala Dhaui’ Al-Kitab wa As-Sunnah.

Departemen Agama Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. 2005. Pedoman Integrasi Life Skills dalam Pembelajaran. Jakarta: Departemen Agama RI

Hafiz, Muhammad. 2012. Pendidikan di Kerajaan Siak Sri Indrapura Telaah Historis Pendidikan di Era Sultan Syarif Kasim II. Tesis Magister. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau: Pekanbaru

Husaini, Adian. 2010. Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab. Cet ke-1. Jakarta: Cakrawala Publishing

Jamil, O.K. Nizami, et al. 2011. Sejarah Kerajaan Siak. Pekanbaru: Lembaga Warisan Budaya Melayu Riau

Manalu, Donal. 2014. Sejarah Pendidikan Wanita Di Kerajaan Siak Sri Indrapura. Diakses dari http://wartasejarah.blogspot.co.id/2014/12/sejarah-pendidikan-wanita-di-kerajaan.html (diakses pada tanggal 30 April 2016 pada pukul 13.31 WIB)

Masrun dan Zul Ikrami. 2012. Adab Menuntut Ilmu. Pekanbaru: Suska Press

Nata, Abuddin. 2005. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press

Tafsir Ibnu Katsir. 2013. Rekompilasi ebook: kampungsunnah.org

Umi Online. 2014. Tengku Agung Sultanah Latifah, Pembangun Pendidikan Perempuan Melayu. Diakses dari http://www.ummi-online.com/tengku-agung-sultanah-latifah-pembangun-pendidikan-perempuan-melayu.html (diakses pada tanggal 30 April 2016 pada pukul 13.31 WIB)

Wilaela. 2012. Pendidikan Perempuan Riau (Sejarah Latifah School dan Diniyah Putri Pekanbaru). Dalam Ilmu dan Nilai. Muhmidayeli.  Pekanbaru: Suska Press

Wilaela. Pendidikan Perempuan Riau dari Masa ke Masa. Universitas Padjajaran Bandung [pdf]

Yusuf, Kadar M. 2013. Tafsir Tarbawi Pesan-pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan. Cet ke-1. Ed. ke-1. Achmad Zirziz dan Nur Laily Nusroh: editor. Jakarta: Amzah



Komentar

Postingan Populer